Lirih lagu Good Bye yang dilantunkan oleh Air Suply tlah membuat anganku terbang melayang ke suatu tempat, tempat yang tlah memberikanku warna tersendiri, warna yang membekas di hati. Kota Pare adalah
Di
Di
Di
Di
Di
Di
Di
Sungguh kenangan itu tlah menjadi kenangan yang tak terlupakan, unforgettable memories in Pare.
Perjalananku ke kota Pare berawal dari keputus asaanku yang slalu saja gagal mendapatkan pekerjaan, ternyata Indeks Prestasi yang kumiliki yaitu 3,50 tak menjamin aku bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan, dari 17 sekolah yang kulamar di wilayah kabupaten Brebes Selatan tak satupun yang menerima lamaranku.
MALU dan PUTUS ASA, itulah yang aku rasakan hingga saat kutertidur di ruang tamu karena kecapean tiba-tiba HPku berdering dan kulihat panggilan dari nomor tak dikenal, yah…ternyata si penelpon itu adalah staf PK 3 di kampusku yang memberitahukan jika akan ada seleksi penerimaan bea siswa dari DEPAG RI bagi mahasiswa STAIN Purwokerto yang berprestasi untuk belajar bahasa Inggris di Kota Pare, Kediri, Jawa Timur.
Dengan modal kemampuan berbahasa Inggris yang sangat pas-pasan itu akhirnya aku memberanikan diri untuk mengikuti seleksi dan Alhamdulillah aku bisa mendapatkan kesempatan itu. Di tengah kegembiraan itu ternyata bapakku tidak mengizinkanku untuk berangkat ke Pare karena beliau ingin aku bekerja saja dan pada saat itu beliau sama sekali sudah tidak mempunyai uang untuk menambah biaya hidup dan biaya pendidikanku selama 3 bulan di Pare.
Tekadku untuk ke Pare sudah bulat, berbagai upaya tlah kulakukan untuk meyakinkan beliau agar beliau merestuiku pergi untuk belajar di Pare, namun usaha tersebut sia-sia dan membuatku terpaksa kabur dari rumah dengan harapan beliau memberikan restu untuk aku. Selama hampir satu minggu aku kabur dari rumah ke Purwokerto akhirnya bapak merestuiku untuk belajar di Pare dengan catatan aku harus bisa mencari uang sendiri untuk bekal tambahanku selama di Pare.
Yah…alasan itu bisa aku sadari dan seminggu sebelum pemberangkatanku ke Pare akupun bekerja mencari uang tambahan dengan menjadi tukang ojek.
Hari pemberangkatan ke Parepun tiba, keluargaku seakan sulit melepasku namun akhirnya merekapun ikhlas menerima kepergianku untuk belajar di Pare karena mereka yakin disana aku akan baik-baik saja.
Perjalanan pertamaku ke
Sampailah aku di Stasiun Jombang dan melanjutkan perjalananku ke
Alhamdulillah akhirnya bisa juga kuhirup udara di
Di hari pertama dan keduaku belajar kulalui dengan hati yang berseri namun di hari yang ketiga konsentrasi belajarku porak-poranda oleh keputusan kekasihku, cinta pertamaku yang tlah memutuskan hubunganku dengannya yang tlah dilalui dan dibangun selama 4 tahun lebih, betapa sangat berharganya waktu 4 tahun itu bahkan kita sudah saling kenal dan dekat selama 7 tahun. Itu tlah menjadi keputusannya, berbagai upaya tlah kulakukan agar ia mencabut keputusannya tetapi ia masih saja teguh pendirian untuk memutuskanku dengan alasan hubungannya denganku tak mendapatkan restu dari ibu dan kakak-kakaknya, entah apa alasan mereka tidak merestui hubungannya denganku.
Bulan itu, bulan Juni sebagai bulan pertamaku di
Akupun menyadari jika aku berada di Pare untuk belajar, untuk meraih cita-citaku bukan untuk larut dan tenggelam dalam kesedihan. Akupun memutuskan untuk memadatkan jadwal kursusku dengan mengambil banyak program di kursusan lain dengan harapan aku bisa mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman dan bisa mengabaikan rasa sedih itu.
Di bulan Juli, bulan keduaku di
Dari jam 05.00 pagi sampai jam 20.00 malam aku belajar di kursusan dan jam 22.00 aku mengikuti study club di asrama.
Jam 05.00 – 07.00 aku belajar TOEFL di EECC Pare
Jam 07.00 – 11.30 aku belajar conversation dan grammatical di EECC Pare
Jam 13.30 – 17.30 aku belajar tata bahasa Inggris di Kresna Institute
Jam 18.30 – 20.00 aku belajar speaking di Daffodils
Jam 22.00 – 23.30 aku mengikuti study club di asrama
Dan setiap hari sabtu dan minggu jam 08.00 – 12.00 aku belajar pronounciation di Acces
Ternyata benar, kepadatan jadwalku bisa membantuku untuk mengabaikan rasa sedihku dan akupun banyak sekali mendapatkan tambahan ilmu dan pengalaman. Kadang akupun merasa jenuh dengan padatnya aktivitasku, saat itu sama sekali tidak terlintas dalam pikiranku untuk mendapatkan gantinya padahal saat itu teman-temanku berlomba-lomba untuk mendapatkan cinta lokasinya, cinta yang hanya didasari oleh nafsu hayawaniyah. Kejenuhan itu aku lampiaskan dengan memakan bakso dan meminum kopi, setiap hari aku bisa menghabiskan 3 mangkok bakso dan 6 cangkir kopi, untunglah harga bakso saat itu per mangkok Rp. 2.000, bisa aku jangkau dengan uang jajanku.
Di bulan Agustus, di bulan yang ketiga, bulan yang terakhirku di
Akupun kembali belajar dengan serius hingga bergantilah periode kursusan dan berganti pulalah peserta kursusan. Di introduction saat itu aku kaget ketika salah seorang peserta memberitahukan kalau ia tinggal di Batara
Seminggu setelah aku kenal dengan Ayu aku memberanikan diri untuk mengobrol dengannya walaupun saat itu aku seperti orang asing baginya hingga akhirnya ia mempersilahkanku untuk mengunjunginya di Batara House.
Hari demi hari berlalu, belajarku di semua program kursusan yang aku ambil bisa aku tempuh dengan maksimal dan hubunganku dengan Ayupun sungguh sangat hangat hingga tak kusadari tumbuhlah benih cinta di hatiku.
Saat perpisahanku dengan teman-teman dan Ayupun tiba, tak kuasa ku menahan kesedihan di hati akan berpisah dengan orang-orang yang slalu berada di sisiku saat aku belajar dan di saatku berpisah dengan Ayu aku hanya bisa menahan air mataku yang seakan hampir memuncrat, dan saat itu pula aku hanya bisa memendam cintaku kepadanya.
Kini tlah kutinggalkan
Kini akupun terpisah dengan teman-temanku, kuharap teman-temanku bisa meraih cita-citanya.
Kini aku terpisah dengan Ayu, kuharap Ayu bisa hidup bahagia dengan mas Majid kekasihnya dan kuharap Ayu diberi kesehatan agar ia bisa meraih cita-citanya.
Terima kasih Ayu tlah memberikanku pemahaman baru tentang arti dan esensi cinta
Kini aku jauh dari
My friends, I miss you so much
Tidak ada komentar:
Posting Komentar